Revisi UU Teroris tidak efektif hadapi terorisme
- Written by Frenda Yentin
- Be the first to comment!

Jogja-KoPi│ Usulan untuk merevisi 19 pasal dari 24 pasal UU Terorisme dirasa tidak efektif dalam mengatasi masalah terorisme. Menurut Eko Prasetyo, revisi ini merupakan revisi terbesar dalam UU dibandingkan revisi di UU lain. Revisi ini memperlihatkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi terorisme.
Pemerintah hanya mampu menangkap dan tidak mampu menampung, tidak adanya pendampingan pasca penjara dari seorang teroris menjadi salah satu alasan seorang yang telah keluar dari penjara bergabung kembali menjadi seorang teroris, tutur Eko Prasetyo dalam diskusi Revisi UU Terorisme dan Ancaman Militerisme di MAP Corner-Klub UGM, Selasa (22/3).
Sedangkan, teroris semakin cepat pergerakannya dan semakin tinggi teknologi yang digunakan, seperti halnya pemakaian facebook dan grup whatsapp dalam kelompok teroris. Hal ini seperti yang dilakukan Abu Bakar al-Baghdadi yang menggunakan facebook dan mengunggah status dan foto-foto fenomenal yang berhubungan dengan teroris. Media sosial menjadi saluran yang efektif bagi gerakan terorisme, dengan kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan oleh media sosial.
UU Terorisme yang akan direvisi antara lain memuat tentang pelarangan perdagangan atau memperdagangkan zat kimia termasuk unsur radio aktif atau nuklir, larangan menjalin hubungan dengan orang-orang radikal di luar negeri, melakukan penangkapan militer di luar atau dalam negeri, larangan menyebarkan kebencian, mengajak orang bergabung, membantu dan menyalurkan harta untuk kepentingan kelompok radikal, membantu kegiatan terorisme. Selain itu juga ada penambahan wewenang TNI dan BIN dalam upaya melakukan penangkapan. Revisi ini dirasa rentang terhadap berbagai hal.
Revisi ini rentan dengan berbagai hal, mulai dari memperdagangkan zat kimia, tidak ada keterangan zat kimia apa saja yang tidak dperbolehkan. Tak hanya itu, yang dimaksud dengan kelompok radikal ini juga masih samar-samar, tidak ada ukuran yang mengukur apakah suatu kelompok disebut radikal atau tidak, papar Eko Prasetyo.
Menurut Eko, Revisi UU Teroris tidak diperlukan saat ini untuk menghadapi teroris. Tidak ada satu cara yang efektif dalam menghadapi teroris, namun harus menggunakan berbagai cara dengan melihat 3 variabel penting dari jawaban atas mengapa seseorang suka menjadi teroris, faktror apa yang menyebabkan mereka mencetuskan perbuatan teroris, pengalaman apa yang mereka dapatkan, dan siapa pencetus sosialnya.
“Teroris tidak bisa ditangani dengan revisi UU Teroris, saya pesimis dengan revisi UU Teroris. Sekarang bukan saatnya menakuti orang-orang dengan kematian, teroris lebih mendambakan kematian dari aksinya. Butuh analisis dan berbagai cara yang digunakan untuk menangani masalah teroris," jelas Eko Prasetyo.│Frenda Yentin